Deteksi Dini Kanker Usus


Penderita kanker usus dapat disembuhkan bila keganasan itu terdeteksi sejak dini. Pemeriksaan konvensional, seperti colok dubur dan tes darah samar, dapat mendeteksi kanker itu tetapi pada stadium lanjut. Kini diperkenalkan teknik pemeriksaan yang dapat mendeteksi kanker ini secara dini.
 
Kanker usus besar (karsinoma kolorektal) merupakan keganasan yang terjadi di usus besar hingga dubur. Waktu pertumbuhan kanker ini perlahan, 15-20 tahun.

 
”Bila terdeteksi sejak dini, kemungkinan pasien sembuh sangat besar,” kata pakar onkologi hematologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Aru W Sudoyo, dalam acara temu pasien kanker usus besar di Jakarta, Sabtu (14/5).
 
Menurut dia, sebanyak 95 persen kasus kanker usus besar dapat diatasi jika ditemukan dini lewat tes dan pemeriksaan rinci. Sayangnya, hal ini belum terjadi di Indonesia. Mayoritas pasien terdiagnosis kanker usus besar datang berobat ketika sudah stadium lanjut. Lebih dari 50 persen penderita kanker tidak sadar dan terlambat mengetahui penyakit itu.
 
Menurut Ibrahim Basir, ahli bedah abdomen dari FKUI, ada gejala awal yang dapat digunakan untuk mendeteksi awal kanker usus, antara lain penurunan berat badan diiringi perubahan kebiasaan buang air besar dan atau buang air besar berdarah.
 
Gejala lain berupa diare atau sembelit tanpa sebab jelas lebih dari enam minggu, merasa sakit di bagian belakang perut, rasa kembung, atau perut masih terasa penuh meski sudah buang air besar.
 
”Kebanyakan orang yang merasakan gejala-gejala itu enggan memeriksakan diri ke dokter. Mereka juga tak mau pemeriksaan colok dubur yang dirasa memalukan,” katanya.
Padahal, cara ini paling sederhana untuk mendiagnosis kanker usus besar.
 
Deteksi dini
 
Pemeriksaan colok dubur dilakukan untuk mengetahui adanya polip pada lubang pengeluaran sekaligus untuk mengetahui adanya kelainan pada prostat. Pemeriksaan darah samar dilakukan di laboratorium pada contoh tinja pasien untuk mendeteksi adanya darah yang berasal dari polip.
 
Dua cara itu dapat membantu memberi gambaran akan pengobatan yang lebih baik dan efektif. Selain cara non-invasif itu—sebelum peneropongan usus (kolonoskopi) dilakukan—diperkenalkan dua cara lain, yaitu deteksi biomolekuler dan pemeriksaan dengan radioisotop barium.
 
Pemeriksaan enema barium, yaitu memasukkan barium cair ke usus besar melalui dubur lalu diidentifikasi dengan foto rontgen. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kanker dan polip yang besarnya melebihi 1 cm.
 
Belakangan ini diperkenalkan pemeriksaan biomolekuler untuk kanker usus besar pada contoh tinja pasien, yaitu tes tumor M2-PK (M2 pyruvates kinase), yang merupakan penanda (biomarker) metabolik tumor.
 
Gen penanda ini ditemukan E Eigenbrodt dari Jerman tahun 1992, kemudian dikembangkan Schebo Biotech. Pada pemeriksaan diukur aktivitas metabolisme tumor usus besar pada stadium awal.
 
”Metode ini dapat mendeteksi polip atau adenoma yang tidak berdarah,” kata Adityawati Ganggaiswari, pakar biomedis dari Yayasan Kanker Indonesia.
 
Klinik uji DNA ini akan dibuka YKI di Lebak Bulus, Jakarta. Tarifnya Rp 200.000. Pemeriksaan M2-PK pada contoh tinja pasien akan dilakukan di laboratorium milik Kalbe Farma, kata Adityawati.
Selain YKI, ada dua rumahsakit di Jakarta yang menyediakan pelayanan itu.
 
Di dunia, kanker usus besar mengakibatkan kematian sekitar 608.000 orang. Jumlah ini mencapai 8 persen dari seluruh kematian akibat kanker dan peringkat keempat jenis kanker yang menyebabkan kematian. Hampir 60 persen kasus ditemukan di negara berkembang, termasuk Indonesia.
 
Terkait pola makan
 
Di Indonesia, kata Handoko Santoso, Direktur Medical and Regulatory Sanofi-Aventis Group Indonesia, kalangan muda pun berisiko tinggi terkena kanker usus besar. Bahkan, ditemukan pada anak 13 tahun.
”Hal ini erat kaitannya dengan perubahan pola makan dan gaya hidup yang kebarat-baratan, terutama di perkotaan,” kata Aru.
 
Cara diet yang salah dan tak sehat, yaitu terlalu banyak mengonsumsi makanan tinggi lemak dan rendah serat, sering terpapar bahan pengawet makanan dan pewarna yang bukan untuk makanan. Selain itu, gaya hidup yang berisiko kanker usus besar adalah kebiasaan merokok, jarang berolahraga, dan banyak duduk/kurang gerak.
 
Untuk menekan kasus kanker usus besar di negara maju, antara lain Amerika Serikat, dikeluarkan ketentuan yang mewajibkan mereka yang berusia di atas 50 tahun menjalani deteksi berbasis endoskopi, seperti kolonoskopi. Dengan metode ini, kanker usus tanpa gejala dapat ditemukan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar